Secara resmi, politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas artinya
Indonesia secara resmi merdeka untuk mengadakan hubungan dengan
negara-negara lain, dan tidak memihak pada satu blok tertentu. Sedangkan
Aktif maksudnya, Indonesia selalu ikut mengusahakan terwujudnya
perdamaian dunia. Jadi, Indonesia dalam melaksanakan politik luar
negerinya itu seharusnya tidak memihak salah satu kelompok tertentu dan
giat ikut mengusahakan perdamaian dunia.
Tetapi, pada kenyatannya pada masa Demokrasi Terpimpin, pelaksanaan
politik luar negeri yang bebas dan aktif itu sudah tidak murni lagi. Hal
ini ada hubunganannya dengan penetapan Manipol/USDEK sebagai
Garis-Garis Besar Haluan Negara. Menurut Manipol, tujuan revolusi jangka
pendek adalah perjuangan antiimperialisme.
Dalam politik luar negeri bertujuan melenyapkan imperialisme di
mana-mana dan menciptakan perdamaian abadi. Cara yang digunakan untuk
mencapai tujuan itu adalah tidak mengenal kompromi. Jadi harus radikal,
revolusioner. Pada waktu itu negara-negara barat banyak yang dipandang
sebagai imperialisme, neokolonialisme. Akibat dari pandangan semacam ini
maka pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada waktu itu menjadi
condong ke Blok Timur dan menetang Blok Barat.
Tahun 1963, Indonesia melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia.
Alasannya, pembentukan negara Malaysia pada tanggal 16 September 1963
oleh Inggris, yang memasukkan Kalimantan Utara sebagai wilayahnya.
Pembentukan negara Malaysia ini dinilai oleh Pemerintah Orde Lama
Indonesia sebagai boneka imperialis Inggris yang mengepung Indonesia.
Sehingga menurut Manipol, semua itu harus diselesaikan secara radikal,
revolusioner.Oleh karena itu, pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan
komando pengganyangan Malaysia, yang terkenal dengan sebutan Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
Politik konfrontasi Malaysia itu ternyata sangat merugikan bagi negara
dan rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat beberapa akibatnya, yaitu:
- Terjadi ketegangan hubungan antara Indonesia dengan negara tetangga dekat seperti Malaysia, Singapura dan Australia, sehingga menghambat kelancaran hubungan ekonomi.
- Negara-negara lain, terutama negara-negara Barat menjauhkan diri dari Indonesia. Akibatnya enggan mengadakan kerja sama untuk pembangunan dalam negeri Indonesia. Apalagi setelah Indonesia zaman Orde Lama itu menyatakan keluar dari PBB.
- Pembangunan di dalam negeri mengalami kemacetan, karena perhatian pemerintah banyak dicurahkan ke politik konfrontasi.
Dengan keadaan itu, negara dalam keadaan lemah. Keadaan lemah dan
situasi konfrontasi itu dimanfaatkan oleh PKI guna menarik dan
mempengaruhi rakyat. Melalui propaganda menonjolkan dirinya, bahwa
partainyalah yang paling revolusioner menentang neokolonialisme dan
imperialisme. Apalagi PKI pada waktu itu selalu mendapat angin baik dari
Presiden Soekarno. Tetapi dibalik itu sebenarnya PKI telah merintangi
kemajuan dan menghambat pembangunan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar