Pembangunan pangkalan militer Marinir AS di Darwin, Australia,
jelas memiliki tujuan mengamankan kepentingan-kepentingan AS di kawasan
Asia Tenggara dan Australia. Kepentingan-kepentingan AS tersebut jelas
sangat mengancam politik, ekonomi, dan militer bangsa Indon
esia.
Banyak ekonom, politikus, akademisi, dan pengamat Indonesia yang
mengungkapkan kekhawatiran atas ancaman yang akan ditimbulkan oleh
pangkalan militer AS di Australia tersebut. Indonesia adalah pihak yang
akan paling dirugikan oleh pembangunan pangkalan militer AS tersebut.
Meski begitu, rakyat Indonesia justru dikejutkan oleh pernyataan para
petinggi negeri ini terkait pembangunan pangkalan militer AS di
Australia. Seperti dilaporkan oleh situs detik.com (26/11), Jubir
Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan penempatan pasukan AS di
Darwin untuk memantau gempa dan bencana alam. Sungguh sebuah pernyataan
yang lucu.
Dalam rapat kerja dengan DPR di Senayan pada hari Jum’at (25/11),
Menko Polhukam Djoko Suyanto mengungkapkan bahwa keberadaan pangkalan
militer AS di negeri kangguru tidak ada sangkut pautnya dengan Indonesia
atau Papua. “Pertemuan bilateral dengan Obama kemarin, juga mengatakan
Papua secara eksplisit wilayah NKRI. Tidak ada intervensi Amerikan
soal Papua atau Freeport,” ujar Djoko saat rapat kerja dengan tim
monitoring Papua dan Papua Barat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta,
seperti dikutip oleh situs detik.com.
Para pejabat tinggi negeri ini bisa saja melontarkan
pernyataan-pernyataan seperti itu. Namun rakyat Indonesia tentu memahami
bagaimana selama puluhan tahun terakhir ini, AS melalui beberapa
korporat multinasionalnya telah terlalu dalam ‘merampok’ kekayaan bangsa
ini. Untuk kasus Papua, menepis hubungan pangkalan militer AS di
Darwin dengan kepentingan korporat raksasa AS di Papua adalah hal yang
sangat sulit dipahami oleh rakyat negeri ini.
Indonesia, dan khususnya Papua, memang penting bagi kepentingan
ekonomi Amerika Serikat. Karena Papua merupakan salah satu pemasok
sumber daya alam bagi pengembangan industri Amerika Serikat. Hendrajit,
Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) dalam artikelnya yang
dimuat oleh situs theglobal-review.com menyebutkan sudah 300 perusahaan
milik Amerika yang beroperasi di Indonesia. Total investasi
diperkirakan lebih dari US$ 25 miliar, yang sebagian besar dari dana
tersebut diinvestasikan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di
bidang pertambangan dan energi.
Wilayah Papua memiliki cadangan minyak sangat besar. Sejak 2001
Amerika terlibat dalam pengelolaan LNG Tangguh. Berdasarkan perkiraan,
cadangan LNG di kawasan tersebut adalah 23,7 triliun kaki kubik dan di
antaranya sebesar 14,4 triliun kaki kubik telah disertifikasi sebagai
candangan terbukti.
Sejak 2008 lalu, Indonesia telah menjadi pemasok langsung energi bagi
kawasan pantai barat Amerika yang diambil dari Tangguh di Papua.
Kebutuhan minyak Amerika memang cukup besar, per harinya mengonsumsi
minyak sebesar 19 juta barel. Tak heran jika beberapa perusahaan minyak
dan tambang Amerika beroperasi di Indonesia seperti ExxonMobile,
Chevron, Conoco-Phillips, Freeport-McMoran, dan NewMont.
Perusahaan Connoco Phillips yang merupakan gabungan dari Conoco dan
Phillips Petroleum Company, telah beroperasi di Indonesia selama 36
tahun.
Pada 1998, perusahaan pembangunan serta konstruksi milik Pertamina
dan Sembawang telah mencapai kesepakatan dengan Conoco untuk menjual 325
juta kubik gas alam per hari melalui pipa ke Singapore.
Melalui kerjasama dengan BP MIGAS (Badan Pelaksana Minyak dan Gas),
Conoco juga membangun pertambangan minyak di pinggir pantai Balida dan
pertambangan gas alam Blok B di wlayah pedalaman Papua. Sementara
perusahaan Global Santa Fe yang juga milik Amerika, mengoperasikan
tambang minyak di daerah Klamono di Papua.
BP yang bekerjasama dengan BP MIGAS melakukan pengeboran gas alam
cair di kawasan lepas pantai (offshore) da daratan (onshore) di sekitar
kawasan Teluk Bintuni.
BP merupakan perusahaan minyak milik Inggris yang bergabung dengan
perusahaan-perusahaan minyak milik Amerika seperti Standard Oil of
Indiana, Standard Oil of Ohio, Atlantic Richfield Company (Arco) dan
Amoco, yang beroperasi di bawah bendera British Petroleum.
Inilah nilai strategis Papua sebagai salah satu sumber pemasok
tambang bagi Amerika. Setidaknya tercatat tiga perusahaan energi Amerika
yang beroperasi di Papua yaitu: PT-Freeport McMoran, Conoco Phillips,
dan British Petroleum (BP). Dengan total investasi keseluruhan mencapai
US$ 10.000 miliar di Provinsi Papua.
Lebih lanjut Hendrajit menjelaskan, Freeport bukan sekadar investasi
ekonomi tetapi juga sebuah mata-rantai investasi politik dan konteks
hubungan Indoensia-Amerika. Dan ini benar adanya.
Freeport McMoran sebagai perusahaan induk PT Freeport Indonesia,
menguasai tambang emas terbesar di dunia dengan cadangan terukur kurang
lebih 3046 ton emas, 31 juta ton tembaga, dan 10 ribu ton lebih perak
tersisa di pegunungan Papua.
Berdasarkan perhitungan kasar, cadangan ini dikerkirakan masih akan
bisa mengeruk cadangan ton emas hingga 34 tahun mendatang. Tapi menurut
laporan sumber lain, cadangan emas dan tembaga yang ada di Gunung
Grasberg yang merupakan area penambangan terbesar dari seluruh are
penambangan PTFI, mencapai lebih dari 50 miliar pon (25 ribu ton)
tembaga dan 60 juta ons( 6 ribu ton) emas yang masih dapat terus
ditambang hingga 20340 atau bahkan lebih lama lagi.
Berdasarkan laporan tahun 2005, nilai investasi Freeport-McMoran di
PT Freeport Indonesia mencapai US$ 6 Miliar dan kemungkinan besar nilai
investasi tersebut masih akan bertambah.
Sekadar informasi, Freeport merupakan perusahaan emas penting di
Amerika yang merupakan penyumbang emas nomor 2 bagi industri emas di
Amerika stelah Newmont.
Pemasukan yang diperoleh Freeport-McMoran dari PT Freeport Indonesia
dan PT Indocopper Investama (keduanya merupakan perusahaan yang
beroperasi di Pegunungan Tengah Papua), mencapai US$ 380 juta atau
hampir 3,8 triliun rupiah lebih untuk tahun 2004 saja.
Berdasar nota keuangan tahunannya kepada pemegang saham, selama 3
tahun hingga 2004, total pendapatan dari PT Freeport untuk pemerintah
Indonesia hanya sekitar 10-13 persen dari pendapatan bersih di luar
pajak atau sekitar US$ 460 juta (460 miliar rupiah).
Dari semua fakta di atas tak heran jika Freeport McMoran merupakan
aset ekonomi yang paling dilindungi oleh Amerika di Papua. Berkaca dari
kondisi ekonomi Amerika yang saat ini sempoyongan akibat kekalahan
perang di Irak dan Afghanistan, Amerika harus memastikan
perusahaan-perusahaan internasionalnya tetap menguasai sumber-sumber
energi dunia, termasuk di Indonesia dan terkhusus lagi Papua. Mengingat
penolakan keras masyarakat Papua terhadap keberadaan PT Freeport di
Papua sehingga menimbulkan gejolak keamanan, masih relevankah pernyataan
para petinggi negara bahwa pembangunan pangkalan militer AS di Darwin
tidak memiliki kaitan dengan Indonesia dan Papua?
Di muat di :Papiirqas News
makasih ya artikel ini bermanfaat banget, aku boleh minta copy kan buat aku analisis ? thx before
BalasHapus