SELAMAT DATANG (WELCOM IN MY BLOG)

Minggu, 19 Mei 2013

Sitem Deomokrasi Yang Baik Untuk Indonesia

    Bangsa Indonesia pada hari ini memperingati ulang tahun Proklamasi Keerdekaannya ke 65. Pada hari bahagia ini penulis terlebih dahulu menyampaikan Selamat Ulang Tahun kepada seluruh bangsa Indonesia dengan rasa keharuan mengingat perjuangan kita untuk mencapai dan membela kemerdekaan bangsa yang tidak ringan dan banyak pengorbanan.
    Dalam perjuangan kita itu telah tercapai banyak keberhasilan, khususnya kemampuan kita menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia terhadap segala usaha dari luar dan dalam negeri untuk meniadakan kemerdekaan kita.Akan tetapi dengan rasa prihatin harus kita akui bahwa masih banyak yang belum berhasil kita lakukan, khususnya belum terwujudnya Pancasila Dasar Negara RI sebagai kenyataan dalam kehidupan bangsa. Demikian pula masih luasnya kemiskinan meliputi kehidupan rakyat Indonesia. Juga belum terwujud kehidupan demokrasi yang cocok sehingga turut menjadi sebab penting rendahnya kesejahteraan bagi rakyat unumnya.

Demokrasi di Indonesia harus berdasar Pancasila

    Bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara RI dan Filsafah Bangsa. Dengan begitu segala kehidupan yang bersangkutan dengan Negara RI harus dilandasi Pancasila, termasuk pelaksanaan Demokrasi. Ini lebih diperkuat oleh kesadaran bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah Jatidiri Bangsa. Sebetulnya kata Demokrasi tidak ada dalam Pancasila. Akan tetapi pengertian yang terkandung dalam kata Demokrasi ada dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Dalam Pancasila pengertian Demokrasi disebut Kerakyatan. Akan tetapi sesuai dengan judul tulisan ini dan perkembangan yang telah dan sedang terjadi di Indonesia maka selanjutnya digunakan kata Demokrasi yang sama dengan Kerakyatan dalam Pancasila.
    Karena pelaksanaan Demokrasi dalam kehidupan satu bangsa tidak dapat lepas dari Jatidiri dan Budaya bangsa, maka Demorasi di Indonesia tidak dapat dilandasi pandangan hidup yang bukan-Pancasila, seperti pandangan hidup dunia Barat yang mengedepankan Individualisme dan Liberalisme. Sebab nilai-nilai yang dikandung Pancasila sangat berbeda dengan pandangan hidup Barat itu. Maka kalau di Indonesia sejak Reformasi 1998 berlaku Demokrasi Barat yang landasannya individualisme-individualisme, maka ini merupakan sesuatu yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia.
     Sejak bangsa Indonesia menyiapkan kemerdekaannya pada tahun 1945 selalu menjadi pertanyaan bagaimana sistem pemerintahan yang tepat dan paling bermanfaat untuk bangsa itu. Dengan kemudian ditetapkannya Pancasila sebagai Filsafah dan Pandangan Hidup Bangsa serta Dasar Negara Republik Indonesia, mulai jelas apa yang menjadi Tujuan Bangsa. Hal ini makin tegas setelah dirumuskan dan disetujui Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945.
     Secara universal dan umum dapat dikatakan bahwa Demokrasi adalah sistem kenegaraan yang mengakui bahwa dalam negara itu Kedaulatan ada di tangan Rakyat. Hal ini menghasilkan sistem kenegaraan yang memungkinkan semua warga bangsa mempunyai kesempatan mewujudkan aspirasinya. 
     Dalam sejarah umat manusia tampak bahwa demokrasi berkembang sesuai dengan kondisi bangsa yang bersangkutan, termasuk nilai budayanya, pandangan hidupnya serta adat-istiadatnya. Dengan begitu tiap-tiap bangsa mempunyai caranya sendiri mewujudkan demokrasi. Hal iu antara lain tampak di Eropa Barat ; sekalipun bangsa-bangsa Eropa Barat mempunyai banyak kesamaan budaya, pandangan hidup dan adat-istiadat, namun demokrasi yang diwujudkan di masing-masing bangsa Eropa Barat tidak sama. Hal itu dapat dilihat pada perwujudan demokrasi di Perancis dan Inggeris yang tidak sepenuhnya sama. Bahkan antara bangsa Amerika Serikat dan Inggeris yang sama-sama digolongkan bangsa Anglo Saxon terdapat perbedaan besar dalam pelaksanaan demokrasi.
     Itu memberikan kesimpulan bahwa pengertian demokrasi bersifat universal, tetapi perwujudannya dan pelaksanaannya di tiap-tiap negara dilakukan sesuai budaya, pandangan hidup, jatidiri bangsa di negara itu. Tidak ada pelaksanaan atau perwujudan demokrasi yang universal dan berlaku bagi semua bangsa. Maka tidaklah benar anggapan sementara orang, termasuk di Indonesia, bahwa demokrasi Barat adalah pelaksanaan demokrasi yang universal dan harus diterapkan pada semua bangsa. Anggapan demikian sejak tahun 1945 ada pada sementara orang Indonesia, terutama mereka yang menyangsikan terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi terutama kuatsekali setelah terjadi Reformasi pada tahun 1998.
Padahal demokrasi bangsa Indonesia tidak sama dan tidak harus sama dengan yang dilakukan bangsa lain, termasuk bangsa Barat yang pandangan hidupnya berbeda dari Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
    Ada perbedaan prinsipiil atau mendasar dalam pandangan hidup Barat dan Pancasila, seperti tempat Individu dalam pergaulan hidup. Dalam pandangan Barat individu adalah mahluk otonom yang bebas sepenuhnya untuk mengejar semua kehendaknya. Dalam pandangan itu individu membentuk kehidupan bersama dengan individu lain adalah karena dorongan rasionya untuk menjamin keamanan dan kesejahteraannya, bukan karena secara alamiah individu ditakdirkan hidup bersama individu lain.
Sebaliknya dalam pandangan Pancasila individu secara alamiah merupakan bagian dari kesatuan lebih besar, yaitu keluarga. Individu tidak bisa lepas dari Keluarga. Dalam keluarga tidak ada anggotanya yang sama benar, selalu ada perbedaan antara mereka. Akan tetapi sekalipun berbeda satu sama lain mereka merupakan anggota satu keluarga. Maka terjadi Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Oleh sebab itu pandangan Pancasila dan bangsa Indonesia adalah bahwa hidup merupakan Kebersamaan atau Kekeluargaan. Kehidupan dalam pandangan Pancasila dilakukan dalam Harmoni antara individu sebagai anggota keluaarga maupun sebagai anggota masyarakat. Individu diakui eksistensinya dan dibenarkan untuk mengejar yang terbaik baginya, tetapi itu tidak pernah lepas dari kepentingan Kebersamaan / Kekeluargaan. Ini berbeda mendasar dari individualisme dan liberalisme Barat. Perbedaan mendasar itu berpengaruh sekali terhadap pelaksanaan demokrasi.
    Selain itu dalam pandangan Barat dalam negara harus berlaku sekularitas, yaitu terpisahnya Negara dan Agama. Maka demokrasi Barat bersifat sekuler, dalam arti bahwa tidak ada faktor Ketuhanan atau religie yang mempengaruhinya. Sebaliknya demokrasi Indonesia tidak dapat lepas dari faktor Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila pertama Pancasila. Memang NKRI bukan negara berdasarkan agama atau negara agama, namun ia bukan pula negara sekuler yang menolak faktor agama dalam kehidupan bernegara. Ada yang mengritik “sikap bukan ini bukan itu” sebagai sikap yang a-moral dan ambivalent, tetapi dalam perkembangan cara berpikir dalam melihat Alam Semesta, khususnya yang dibuktikan oleh Quantum Physics, hal ini fenomena normal dalam Alam ini. Maka karena sikap itu demokrasi Indonesia tidak pernah boleh lepas dari faktor moralitas.
    Dengan landasan individualisme-liberalisme di Barat individu selalu mencari keunggulan bagi dirinya. Sebab itu Demokrasi Barat cenderung diekspresikan mengejar kemenangan dan kekuasaan. Dalam demokrasi Barat adalah normal kalau partai politik mengejar kekuasaan agar dengan kekuasaan itu dapat mewujudkan kepentingannya dengan seluas-luasnya (The Winner takes all). Ia hanya mengakomodasi kepentingan pihak lain karena dan kalau itu sesuai dengan kepentingannya. Jadi kalau ada sikap Win-Win Solution dilakukan di Barat, hal itu bukan karena prinsip Kebersamaan, melainkan karena faktor Manfaat semata-mata. Di Indonesia berdasarkan Pancasila demokrasi dilaksanakan melalui Musyawarah untuk Mufakat. Jadi dianggap tidak benar bahwa pihak yang sedikit jumlahnya atau minoritas dapat di”bulldozer” oleh pihak mayoritas yang besar jumlahnya. Itu berarti bahwa demokrasi Indonesia pada prinsipnya mengusahakan Win-Win Solution dan bukan karena faktor manfaat semata-mata. Namun demikian, kalau musyawarah tidak kunjung mencapai mufakat sedangkan keadaan memerlukan keputusan saat itu, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian didasarkan jumlah suara. Maka voting dilakukan karena faktor Manfaat. Jadi terbalik dari pandangan demokrasi Barat.
     Dalam demokrasi Indonesia tidak hanya faktor Politik yang perlu ditegakkan, tetapi juga faktor kesejahteraan bagi orang banyak sebagaimana dikehendaki sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jadi demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Bahkan sesuai dengan Tujuan Bangsa dapat dikatakan bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan dan kebahagiaan dan bukan demokrasi kekuasaan seperti di Barat. Hal itu kemudian berakibat bahwa pembentukan partai-partai politik yang juga dilakukan dalam demokrasi Indonesia, mengarah pada perwujudan kehidupan sejahtera bangsa Karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan, maka wahana pelaksanaan demokrasi Indonesia tidak hanya partai politik. Banyak anggota masyarakat mengutamakan perannya dalam masyarakat sebagai karyawan atau menjalankan fungsi masyarakat tertentu untuk membangun kesejahteraan, bukan sebagai politikus. Mereka tidak berminat turut serta dalam partai politik. Karena kepentingan bangsa juga meliputi mereka, maka selayaknya mereka ikut pula dalam proses demokrasi, termasuk demokrasi politik. Oleh sebab itu di samping peran partai politik ada peran Golongan Fungsional atau Golongan Karya (Golkar).
     Demikian pula Indonesia adalah satu negara yang luas wilayahnya dan terbagi dalam banyak Daerah dan banyak Etnik yang semuanya termasuk dalam Keluarga Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu di samping peran partai politik dan golkar, harus diperhatikan faktor Keterwakilan setiap Daerah dan Etnik dalam mengatur dan mengurus bangsa Indonesia sebagai satu Keluarga. Maka ada Utusan Daerah yang mewakili daerahnya dan etniknya masing-masing dalam menentukan jalannya Bahtera Indonesia. Dengan begitu jelas sekali bahwa Sistem Politik atau Demokrasi Pancasila mengutamakan keterwakilan, sebagaimana tertera dalam Sila 4 Pancasila, yaitu Kerakyatan dalam hikmah kebijaksanaan Permusyawaratan-Perwakilan. Sedangkan demokrasi Barat hanya mementingkan keterpilihan warga negara untuk berpartisipasi dalam demokrasi.
    Sebagaimana prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan menjamin setiap bagian untuk mengejar yang terbaik, maka Daerah yang banyak jumlahnya dan aneka ragam sifatnya perlu memperoleh kesempatan mengurus dirinya sesuai pandangannya, tetapi tanpa mengabaikan kepentingan seluruh bangsa dan NKRI. Otonomi Daerah harus menjadi bagian penting dari demokrasi Indonesia dan mempunyai peran luas bagi pencapaian Tujuan Bangsa.
    Akan tetapi di samping ada perbedaan antara Demokrasi berdasarkan Pancasila dan Demokrasi Barat ada pula persamaannya. Oleh karena Demokrasi di dunia adalah perkembangan politik modern yang dimulai di dunia Barat, maka umumnya lembaga-lembaga demokrasi yang telah dikembangkan Barat digunakan dan dikembangkan bagian dunia lainnya. Istilah-istilah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif digunakan secara umum dengan diterjemahkan ke bahasa bangsa yang menggunakannya.
Lembaga Perwakilan Rakyat diadakan pula dalam Demokrasi berdasarkan Pancasila dengan istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) . Untuk Eksekutif digunakan kata Presiden sebagai Kepala Negara, karena bangsa Indonesia tidak membangun kerajaan atau kekaisaran , melainkan negara berbentuk Republik. Demikian pula Menteri sebagai pembantu Presiden. Juga dibentuk Partai-Partai Politik sebagai organisasi warga negara berkumpul untuk mengedepankan aspirasinya. Diadakan Pemilihan Umum di mana Rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam Lembaga Perwakilan Rakyat.
     Dengan begitu terjadi perbedaan antara demokrasi berdasarkan Pancasila dan demokrasi Barat karena ada perbedaan prinsipiil dalam pandangan hidup dan budaya bangsa. Akan tetapi ada persamaan yang bersangkutan dengan bangunan kelembagaan.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku bagi pelaksanaan demokrasi yang dilandasi Pancasila, maka telah disusun Undang-Undang Dasar bagi Negara Republik Indonesia. Hal itulah yang dilakukan para Pendiri Negara pada 18 Agustus 1945.Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan dasar untuk mengatur sistem pemerintahan dalam rangka demokrasi Indonesia. Yang dimaksud adalah UUD 1945 yang asli dan belum dirobah dengan 4 Amandemen tahun 2002. Sebab setelah ada 4 Amandemen itu hakikatnya UUD 1945 telah berubah jiwanya dari Pancasila ke individualis-liberalis. Jadi tidak cocok dengan keperluan kita. Sebab itu harus kita kembalikan Undang-Undang Dasar 1945 kepada kondisinya yang asli agar kehidupan bangsa Indonesia berjalan sesuai dengan Pancasila Dasar Negara RI.
     Untuk mengembalikan UUD 1945 ke aslinya ada 2 alternatif jalan. Yang pertama adalah mengembalikan UUD 1945 yang asli sebagai UUD yang sah. Ini dapat dilakukan melalui berbagai kemungkinan, seperti didekritkan oleh Presiden RI, melalui keputusan DPR minta MPR bersidang atau melalui Referendum.
Yang kedua adalah melalui proses pengkajian kembali UUD 1945 yang telah di-amandemen. Pengkajian ini dilakukan tim yang diprakarsai dan dipimpin pimpinan MPR. Karena posisi dan fungsi MPR telah sangat dirugikan oleh UUD 1945 yang di-amandemen maka ada kemungkinan besar pimpinan MPR bersedia melakukannya. Pegkajian itu harus menghasilkan UUD yang sesuai dengan UUD 1945 asli, meskipun tidak mustahil dengan tambahan untuk penyempurnaannya.
Jalan pertama, terutama melalui satu dekrit Presiden RI, adalah cara paling cepat. Akan tetapi secara politik dipertanyakan apakah Presiden RI bersedia melakukannya, apalagi sekarang. Jalan DPR akan amat sukar berhasil karena akan ditentang banyak anggota DPR yang diuntungkan oleh keadaan UUD 1945 setelah di-amandemen. Sedangkan melalui referendum juga memerlukan persetujuan DPR yang amat besar kemungkinan menolak.
     Jadi harus ditempuh jalan kedua, yaitu melalui pengkajian yang dilakukan oleh satu tim yang diprakarsai pimpinan MPR sekarang. Ini satu proses lama tapi dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sebab melalui pengkajian kembali dapat dihilangkan semua akibat buruk dari amandemen, yaitu yang membuat Batang Tubuh UUD bertentangan dengan Pembukaannya sendiri. Selain itu dapat dilakukan penyempurnaan UUD 1945, kalau dianggap perlu, dengan mengadakan penambahan. Akan tetapi tidak dalam bentuk amandemen melainkan sebagai addendum UUD 1945. Juga Penjelasan UUD harus dikembalikan, karena UUD tanpa Penjelasan kurang menjamin adanya pemahaman yang benar dari isi UUD itu. Dengan semangat yang kuat untuk mempunyai kembali UUD 1945 sesuai dengan Pancasila kita harapkan pengkajian ini dapat dilakukan secepat dan setepat mungkin.
     Dalam pengkajian itu penting sekali ditegakkan kembali fungsi dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pelaksana Kedaulatan Rakyat. Fungsi dan peran MPR ini telah ditiadakan oleh amandemen 2002 dan MPR sekarang hanya merupakan lembaga yang menghimpun keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Yang akhir ini adalah satu lembaga yang tidak terdapat dalam UUD 1945 yang asli. Mungkin badan itu dibentuk karena para pemrakarsa amandemen diilhami badan perwakilan di AS yang namanya Senate yang bersama-sama House of Representatives membentuk Congress. Akan tetapi MPR di sistem politik Indonesia jauh berbeda fungsi dan perannya dari Congress di AS.
Sebagai Penjelmaan Rakyat, MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Anggota MPR terdiri atas warga negara yang dipilih dalam Pemilihan Umum, wakil Golongan yang ditentukan oleh Organisasi Golongan Karya dan utusan Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I.
    MPR menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus menjadi pedoman segala kegiatan Negara dan Bangsa untuk masa mendatang. Ia mengangkat Presiden RI untuk memegang kekuasaan pemerintahan dan melaksanakan GBHN. Serta menetapkan Wakil Presiden RI untuk membantu Presiden RI. Pemilihan Presiden RI dan Wakil Presiden RI langsung oleh Rakyat sebagaimana sekarang terjadi menambah legitimacy Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan bahwa MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI.
Di samping Presiden RI ada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sama tinggi kedudukannya dengan Presiden. Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang selalu memerlukan persetujuan DPR, termasuk undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan jalan itu DPR menjalankan kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi Presiden. Karena pengawasan ini erat hubungannya dengan pelaksanaan GBHN yang berasal dari MPR, maka DPR melakukan pengawasan atas nama MPR. Sebab itu anggota DPR berasal dari MPR yang menetapkan separuh dari jumlah anggotanya menjadi anggota DPR. Dengan begitu dalam DPR perlu ada anggota yang berasal dari Parpol, wakil Golongan maupun Utusan Daerah karena semua mereka sebagai bagian dari Penjelmaan Rakyat berkepentingan atas pelaksanaan pemerintahan yang baik.
Presiden RI didampingi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang pimpinan dan anggotanya ditetapkan melalui undang-undang. DPA memberikan advis kepada Presiden, diminta atau tidak diminta. Selain itu Presiden RI didampingi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga dibentuk berdasarkan undang-undang. BPK berfungsi untuk memeriksa tanggungjawab keuangan negara dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR.
     Presiden RI juga didampingi Mahkamah Agung (MA) yang dibentuk menurut undang-undang. MA memimpin seluruh badan kehakiman NKRI yang dibentuk menurut undang-undang.
Untuk menjalankan pemerintahan Presiden RI mengangkat Menteri-Menteri yang memimpin departemen pemerintahan atau memimpin badan non-departemen. Presiden RI, Wakil Presiden RI beserta semua Menteri merupakan Pemerintah RI. Di dalam menjalankan fungsi pemerintahan Presiden bertanggungjawab kepada MPR, sedangkan para Menteri bertanggungjawab kepada Presiden RI.
Indonesia terdiri dari Daerah-Daerah Tingkat Satu atau Provinsi yang ditetapkan dengan undang-undang. Demikian pula Daerah Tingkat Satu terdiri dari Daerah Tingkat II atau Kabupaten dan Kota yang juga dibentuk dengan undang-undang. Untuk memberikan otonomi yang luas kepada Daerah maka semua Daerah Tingkat Dua adalah daerah otonom. Sedangkan Daerah Tingkat Satu memegang kekuasaan pemerintahan yang mewakili Pusat dalam memimpin Daerah Tingkat Dua sebagai bagian integral NKRI. Atas dasar itu Kepala Daerah Tingkat Dua, yaitu Bupati dan Wali Kota, dipilih langsung oleh Rakyat, kecuali pimpinan Kota yang berada di Daerah Tingkat Satu Jakarta Raya. Setiap Daerah Tingkat Dua mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk Dua yang anggotanya dipilih oleh Rakyat untuk mereka yang berasal dari partai politik; selain itu ada anggota yang ditetapkan oleh Sekber Golkar. DPRD II membantu Bupati / Wali Kota dalam menjalankan pemerintahan di daerahnya. Dalam menjalankan pekerjaannya Bupati / Wali Kota bertanggungjawab kepada Gubernur / Kepala Daerah Tingkat Satu. Kepala Daerah Tingkat Satu, yaitu Gubernur, ditetapkan oleh Presiden RI berdasarkan usul yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu . Gubernur merupakan perpanjangan Pemerintah Pusat untuk mengatur jalannya pemerintahan di Daerah Tk I sesuai dengan ketentuan otonomi daerah. Dalam pekerjaannya Gubernur bertanggungjawab kepada Presiden RI. Gubernur dibantu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu yang anggotanya dipilih oleh Rakyat dan ditetapkan oleh Sekber Golkar. Gubernur bersama DPRD I menetapkan Utusan Daerah untuk duduk dalam MPR.
     Masyarakat membentuk Partai-partai politik (Parpol) untuk memperjuangkan aspirasinya. Anggota Parpol dalam Pemilihan Umum dipilih oleh Rakyat untuk menjadi wakil rakyat dalam MPR dan juga untuk menjadi wakil rakyat dalam DPRD Tingkat I dan Tingkat II. Selain itu dibentuk Organisasi Golongan Karya yang menghimpun para warga negara yang memperjuangkan aspirasinya melalui pekerjaan fungsional dalam masyarakat. Organisasi ini menetapkan wakil golongan untuk duduk dalam MPR, DPRD Tingkat I dan Tingkat II.
     UUD 1945 di samping mengatur Demokrasi Politik juga mengatur Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial. Dengan begitu terwujud kehidupan bangsa yang tenteram-damai-produktif dan tidak terganggu oleh konflik antara golongan kaya dan miskin, antara Pusat dan Daerah, antara etnik yang berbeda, atau antara umat agama yang beda. Demokrasi baru dapat dikatakan berjalan baik di Indonesia, kalau baik Demokrasi Politik maupun Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial menjadi kenyataan.
Memperhatikan hal-hal yang diuraikan di atas tentang Demokrasi berdasarkan Pancasila atau Demokrasi Indonesia, maka demokrasi yang sekarang berlaku dan berjalan di Indonesia amat besar kekurangannya, bahkan banyak aspeknya yang secara mendasar bertentangan dengan Pancasila. Juga perilaku para pelaku dalam bidang Eksekutif, Legislatif dan Yudakatif, serta warga masyarakat banyak sekali yang tidak sesuai dengan Demokrasi berdasarkan Pancasila.

Faktor Manusia dalam Demokrasi Indonesia

      Demokrasi Indonesia tidak akan berfungsi dengan baik kalau hanya didasarkan pada Sistemnya yang benar. Yang tidak kurang penting, bahkan lebih penting, adalah Manusia yang menjalankan Sistem itu. Ada orang yang mengatakan bahwa yang utama adalah terbentuknya Sistem yang baik dan tepat, Sebab Sistem yang baik dalam prosesnya akan membentuk Manusia yang baik dan tepat. Akan tetapi pendapat demikian tidak memperhatikan kenyataan bahwa Sistem yang baik dan tepat adalah hasil Manusia, bukan turun begitu saja dari langit. Agama pun diturunkan ke Bumi oleh Tuhan melalui peran Nabi dan Rasul. Kemudian sebelum Sistem itu menghasilkan Manusia yang tepat harus ada proses dalam berfungsinya Sistem tersebut. Proses ini pula harus dilakukan Manusia. Jadi jelas sekali bahwa demokrasi Indonesia yang baik tidak cukup dibangun dengan Sistem yang baik dan tepat, tetapi harus disertai keberadaan Manusia Indonesia yang baik dan tepat.
      Di sinilah bangsa Indonesia menghadapi pekerjaan rumah yang berat dan luas. Sebab dalam kenyataan faktor Manusia telah mengalami perkembangan yang demikian luas sehingga kondisinya sekarang sangat kurang sesuai dengan keperluan untuk menjalankan demokrasi Indonesia dengan baik.
Pertama, adalah pengaruh dari pandangan hidup dan cara berpikir yang berbeda, bertentangan dan berlainan dengan Pancasila. Karena bangsa Indonesia dan pimpinannya sejak 1945 telah mengabaikan pentingnya Pembangunan Bangsa (nation and character building) untuk dilakukan secara nyata dan tidak hanya dibicarakan saja, maka Pancasila yang sejak semula telah ditetapkan sebagai Dasar dan Filsafah Negara tidak pernah secara konsisten dijadikan kenyataan di Bumi da Indonesia. Malahan sebaliknya aspek-aspek penting yang tadinya masih ada dalam masyarakat, seperti sikap hidup Gotong Royong, makin hilang.
Sebab telah berkembang dinamika dunia Barat yang amat agressif untuk menguasai dunia. Kalau hal itu sebelumnya dilakukan melalui kekuasaan imperialisme dan kolonialisme, sejak abad ke 20 juga dan terutama dilakukan dengan meluaskan sikap hidup dan cara berpikir Barat ke seluruh umat manusia. Dengan berbagai jalan individualisme-liberalisme disebarkan, khususnya melalui pendidikan, sehingga makin banyak manusia Indonesia terpengaruh untuk menerima pandangan hidup itu dan menganggapnya paling baik. Hal ini diperkuat oleh sifat Manusia Indonesia yang senang menganggap segala sesuatu dari luar negeri, apalagi dari Barat yang secara materiil telah maju, lebih baik dari apa yang ada di Indonesia. Ketika pimpinan dan masyarakat di Indonesia melihat dampak usaha Barat itu maka sikapnya terutama reaktif belaka tanpa ada usaha untuk menjalankan dan memperkuat usaha menjadikan Pancasila kenyataan di Indonesia. Pancasila tinggal sebagai semboyan belaka, bahkan banyak pemimpin Indonesia bersikap dan bertindak bertentangan dengan Pancasila. Akibatnya dapat dilihat dengan jelas ketika terjadi Reformasi pada tahun 1998.
      Memang Indonesia memerlukan satu reformasi, mungkin lebih tepat istilah restorasi, yaitu usaha untuk memperbaiki keadaan untuk menjadikan Pancasila kenyataan yang mantap di Indonesia. Akan tetapi yang terjadi adalah justru sebaliknya, Reformasi menjadi jalan untuk mengembangkan individualisme-liberalisme menggantikan peran Pancasila sebagai Dasar Negara. Hal itu nyata sekali dalam berhasilnya UUD 1945 di-amandemen pada tahun 2002. Keberhasilan itu tentu akan diikuti langkah-langkah berikut agar akhirnya Pancasila tidak ada lagi di Indonesia. Yang jelas nampak terjadi adalah perkembangan ekonomi yang makin kuat mengikuti dasar individualisme-liberalisme. Proses ini dilakukan dan dipimpin oleh manusia Indonesia sendiri, dengan bantuan pihak asing yang berkepentingan. Itu berarti bahwa makin banyak manusia Indonesia yang setuju, atau sekurangnya tidak keberatan, kehidupan di Indonesia dilandasi individualisme-liberalisme. Namun sebaliknya dan anehnya pula, mereka tidak berani atau sanggup menyatakan pendapat mereka itu secara terbuka, apalagi terang-terangan memperjuangkan pandangan mereka untuk mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara RI. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh sikap munafik dari pada merupakan taktik perjuangan.
      Keadaan yang sudah cukup mengacaukan demokrasi Indonesia itu ditambah oleh sikap dan usaha agresif kalangan tertentu di Timur Tengah yang melawan dunia Barat yang hendak mendominasi dunia. Usaha kalangan itu diberi landasan agama Islam dan dilakukan secara fisik untuk melawan Amerika Serikat dan sekutunya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Memang Indonesia sebagai bangsa dengan umat Islam terbesar di dunia merupakan sasaran masuk akal bagi usaha kalangan Timur Tengah itu. Karena lemahnya Pancasila, maka usaha itu makin berhasil meluaskan dukungannya di Indonesia. Tujuan kalangan itu untuk mendirikan Negara Islam Indonesia jelas mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila. Caranya mencapai tujuan, antara lain dengan terorisme, menimbulkan masalah yang tidak sederhana bagi bangsa Indonesia dan berkembangnya demokrasi di Indonesia. Usaha dari luar ini juga berusaha mendapat dukungan luas dari manusia Indonesia.
      Kedua, kelemahan faktor Manusia ditimbulkan juga oleh sifat manja-mental. Manusia Indonesia pada dasarnya mempunyai kecerdasan yang tinggi, hal mana dibuktikan oleh banyak prestasi Manusia Indonesia kalau mengikuti pendidikan sekolah di dalam dan luar negeri. Akan tetapi karena ada sifat manja-mental maka ada kecenderungan kurangnya kemampuan atau kesediaan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki. Hal itu tampak jelas sekali dalam masyarakat, baik di lingkungan Eksekutif termasuk Birokrasi, Legislatif maupun Yudikatif. Bahkan juga di lingkungan Swasta dan bisnis yang seharusnya mengembangkan daya saing tinggi. Ada sikap Buat apa Capek, hal mana didukung kecakapan manusia itu mencari alasan pembenaran sikapnya.
      Itu sebabnya kita sering mendengar pemimpin atau calon pemimpin pemerintahan memberikan janji, tetapi jarang sekali janji itu menjadi kenyataan. Bahkan ada seorang mantan menteri yang secara terang-terangan mengatakan kepada orang yang menagih janjinya : Kamu toh sudah saya beri janji, itu sudah banyak ! Dari yang paling atas di negara ini hingga ke paling bawah manusia suka sekali berwacana tanpa diikuti realisasinya yang kongkrit.
      Mana mungkin terwujud demokrasi ekonomi kalau para pemimpin pemerintahan hanya mewacanakan kesejahteraan rakyat tanpa realisasinya. Masih ditambah lagi oleh sikap dan cara bekerja manusia di Birokrasi. Kalau pun Presiden dan menteri mau menetapkan usaha yang meningkatkan ksejahteraan rakyat, tidak jarang usaha itu berhasil nihil atau minimal karena manusia dalam Birokrasi tidak menjalankan kerjanya dengan semestinya. Bukannya mereka itu tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan ! Akan tetapi mereka berpikir, untuk apa harus kerja keras. Hal itu juga berpengaruh pada demokrasi politik, ketika para anggota DPR dan DPRD tidak malu-malu absen tidak menghadiri sidang. Kalau menghadiri sidang pun belum tentu mau bersikap giat mewujudkan apa yang mereka ketahui, bahkan apa yang mereka yakini, yang harus mereka lakukan sebagai wakil kepentingan Rakyat.
      Ketiga, kurang daya tahan masyarakat Indonesia menghadapi pengaruh Uang dan Benda. Memang materialisme makin meluas dan menguat di dunia dan mau tidak mau juga masuk Indonesia. Kalau masyarakat kurang mampu menghasilkan daya tahan terhadap dampak negatif materialisme, maka terjadi perkembangan yang amat merugikan. Sebab segala sesuatu hanya diukur dengan Uang dan Benda. Segala aspek kehidupan masyarakat dikuasai Uang dan Benda serta mereka yang menguasai Uang dan Benda.
Dan itulah yang terjadi di Indonesia dengan amat kuat. Dalam kehidupan politik setiap pemilihan tidak pernah lepas dari jumlah uang yang dikumpulkan calon yang ingin dipilih. Pemilihan Bupati dan bahkan anggota DPRD ditentukan oleh besarnya jumlah uang yang dapat dikumpulkannya, lebih besar lagi jumlah itu untuk calon Gubernur dan pasti makin besar untuk calon Presiden dan Wakil Presiden. Hal inilah yang membuat Korupsi hal yang mudah terjadi di Indonesia. Etika dan Moralitas makin sukar ditemukan dalam kehidupan, khususnya dalam dunia politik, kecuali dalam bentuk wacana dan pidato.
     Sebenarnya masyarakat dapat menimbulkan daya tahan untuk tidak dikuasai oleh Uang dan Benda. Sebagai contoh di Jepang adalah faktor Budaya Malu dan kuatnya Solidaritas Kelompok. Sehingga dengan begitu kuasa Uang dan Benda dapat diminimalkan. Indonesia yang selalu membanggakan perkembangan kuat dari Agama, baik Islam maupun lainnya, sebenarnya juga dapat membangun Daya Tahan itu Sebab ajaran Agama jelas sekali tidak membolehkan manusia dikuasai Uang dan Benda. Namun nampaknya di Indonesia perkembangan Agama dilihat sebagai hal terpisah dari keperluan Uang dan Benda. Sebab itu tidak mengherankan adanya pemimpin agama dan orang-orang yang menunjukkan kehidupan yang kuat agama,  ternyata korup atau suka sekali uang.
     Tiga hal itu, yaitu kekurangmampuan menghadapi perluasan pengaruh cara berpikir asing, sikap manja-mental dan kurangkemampuan menghadapi materialisme , merupakan tantangan utama bagi terwujudnya demokrasi Indonesia yang kita perlukan.

Kepemimpinan dan Pendidikan yang Tepat

      Usaha utama untuk mengatasi tantangan itu adalah Kepemimpinan dan Pendidikan.
Di samping itu sangat penting adanya manusia Indonesia yang tidak terlalu terpengaruh tiga faktor penghambat tadi sehingga dapat dinilai sebagai orang yang tidak lemah . Biasanya dalam segala hal, termasuk kecenderungan manusia yang lemah di Indonesia, dapat terjadi Perkecualian. Pasti masih ada manusia Indonesia yang cukup tegar menghadapi pengaruh usaha asing, tidak termasuk yang manja-mental dan mampu menghadapi Uang dan Benda secara proporsional. Melalui Manusia Indonesia yang merupakan Perkecualian itu kita harus menghasilkan Kepemimpinan dan Pendidikan yang efektif bagi kepentingan Indonesia dan Pancasila.Perkembangan Indonesia di masa depan sangat ditentukan oleh terwujudnya Kepemimpinan Nasional yang orang-orangnya termasuk perkecualian itu, orang-orang yang tidak tergolong lemah. Terutama diperlukan orang-orang yang yakin benar kepada Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
     Dengan Kepemimpinan Nasional yang bersikap demikian, dapat diambil langkah-langkah untuk menjadikan Pancasila kenyataan di Indonesia. Itu dibarengi usaha memperkuat Pancasila sebagai keyakinan di lingkungan luas bangsa, termasuk di Daerah-Daerah, sehingga dapat menghadapi usaha agressif dari pihak penentang Pancasila secara efektif. Selain itu dapat diusahakan agar sifat manja-mental makin berkurang dan manusia Indonesia tidak kalah giatnya dalam kerja dengan manusia Asia lainnya. Demikian pula mampu melakukan usaha untuk makin mengurangi dampak negatif Benda dan Uang serta makin habisnya Korupsi di Indonesia.
    Usaha itu tidak lepas dari kemampuan Kepemimpinan Nasional untuk membangun dukungan di semua Daerah di Indonesia dan di segala lapisan masyarakat. Usaha ini sangat tergantung pada kemampuan untuk menemukan orang-orang yang termasuk Perkecualian di Pusat dan Daerah dan berbagai lingkungan Kerja, khususnya untuk menjadi critical mass dalam banyak perubahan yang harus dilakukan .
Namun usaha fundamental yang harus kita lakukan adalah Pendidikan. Sebab hanya melalui pendidikan yang tepat dapat kita bangun landasan untuk perkembangan manusia Indonesia di masa depan. Kita harus membangun manusia yang lebih cerdas dan pandai menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin maju. Akan tetapi tidak kalah pentingnya, bahkan lebih penting, adalah pembentukan karakter yang kuat pada manusia Indonesia. Dengan begitu pengetahuan dan kecakapan akan diterapkan dan diaplikasikan untuk kemajuan bangsa. Juga karakter yang kuat itu penting untuk membangun keyakinan pada Pancasila sebagai Dasar Negara. Akan dapat dibangun pula pemahaman bahwa moralitas sangat penting dan perlu dipunyai untuk menghadapi Materialisme yang makin agressif di mana-mana. Nasionalisme yang tumbuh kuat memungkinkan terwujudnya sikap yang melihat faktor luar negeri secara proporsional dan bermanfaat bagi perkembangan bangsa. Tidak menolak faktor asing dan mengambil yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia, tetapi mampu menolak pengaruh dan kecenderungan luar negeri yang tidak sesuai dengan keperluan bangsa Indonesia.
     Pendidikan karakter yang baik membangun manusia Indonesia sejak remaja untuk pandai hidup bersama secara harmonis, hidup berdisiplin, toleran terhadap orang lain disertai sopan santun sesuai adat istiadat bangsa. Akan tetapi juga membangun manusia Indonesia untuk selalu mengejar yang terbaik, berorientasi pada pencapaian prestasi (achievement oriented) , yang membuat dirinya dan bangsanya mandiri serta menjadikan segala keunggulan sumberdaya alam Indonesia memberikan manfaat bagi bangsanya. Ini semua memerlukan pelaksanaan pendidikan bermutu yang dilakukan melalui pendidikan dalam Keluarga, pendidikan Sekolah dan pendidikan Masyarakat.
     Mereka yang merupakan Kepemimpinan nasional harus mampu menjadi tauladan bagi Keluarga-Keluarga Indonesia di mana-mana dan mengajak para pemimpin bangsa lainnya hal itu dalam melakukan pendidikan di keluarga masing-masing. Kepemimpinan nasional juga harus memilih orang-orang yang tepat untuk memimpin dan menyelenggarakan pendidikan sekolah yang amat luas itu dan menyediakan sumberdaya dan dana memadai untuk menjadikan pendidikan sekolah sukses dan keberhasilan nasional. Pendidikan Sekolah yang bermutu dilakukan di Pusat maupun Daerah dan harus mencapai seluruh rakyat secara adil dan merata. Terbentang dari Taman Kanak-Kanak hingga Pendidikan Tinggi serta berbagai kegiatan pendidikan yang memperkuat pendidikan sekolah formal. Kepemimpinan nasional harus merangsang terwujudnya pendidikan dalam masyarakat yang besar manfaatnya bagi masyarakat dan bangsa.
Melalui pendidikan ini akan berkembang Bangsa dan Manusia Indonesia yang dapat menjadikan Pancasila kenyataan dan kekuatan yang berguna tidak saja bagi Indonesia, tetapi juga bagi Dunia dan Umat manusia. Termasuk di dalamnya adalah terwujudnya Demokrasi Indonesia yang kita perlukan.
     Pendidikan harus menjadi Strategi Utama bangsa Indonesia dalam mewujudkan Tujuan Nasional. Memang pelaksanaannya sukar mencapai hasil dalam waktu singkat dan memerlukan satu proses yang mungkin bertahun-tahun. Sebab itu diperlukan sikap bangsa yang konsisten dan ulet mengejar tujuan, terutama para pemimpinnya di semua lapisan dan aspek kehidupan, baik di Pusat maupun Daerah.
Dengan faktor Manusia yang makin kondusif maka akan terwujud kesesuaian antara Sistem dan Manusia sehingga Demokrasi Indonesia atau Demokrasi berlandaskan Pancasila akan berkembang dan makin kuat.
 

Sumber  :http://sayidiman.suryohadiprojo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar