Perang dingin tidak hanya menjadi
pertentangan ideologi liberal dan sosial komunis antara dua negara
adidaya saat itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di ranah keilmuan,
khususnya hubungan internasional juga terjadi perdebatan teoritik antara
realisme dan liberalisme. Menurut pendapat saya, teori realisme gagal
meramalkan berakhirnya perang dingin. Saya lebih condong kepada
liberalisme. Liberalisme berhasil meramalkan kejadian akhir dari sebuah
perang dingin. Alasannya adalah bahwa akhir perang dingin tidak ditandai
dengan perimbangan kekuatan atau balance of power seperti yang
diberikan oleh para realis. Damai abadi tidak lagi ditunjukkan oleh
kekuatan militer negara sehingga mereka tidak saling menyerang karena
sama-sama kuat. Pasca runtuhnya Soviet tidak ada lagi kekuatan bipolar.
Kepentingan negara sudah tidak lagi mencari aliansi kepada negara-negara
komunis maupun non-komunis. Negara sudah tidak lagi hanya memikirkan
masalah keamanan dan militernya.
Negara mulai berpikir bahwa rakyatnya
butuh kehidupan yang lebih layak, butuh kebutuhan hidupnya. Seperti yang
diramalkan kaum liberalis bahwa konsep damai abadi bisa tercipta jika
negara-negara mau bekerja sama dan saling bertukar informasi. Di sini
terlihat, pasca perang dingin muncul isu-isu baru meskipun isu tentang
keamanan masih sedikit dipertahankan, antara lain menurut Juwono (Pakar
Hubungan Internasional Universitas Indonesia) :
- Pertama, pada era pasca Perang Dingin, perhatian lebih difokuskan pada usaha memelihara persatuan dan kesatuan bangsa menghadapi lingkungan internasional yang belum jelas.
- Semakin banyak muncul kerjasama regional, misalnya fenomena di Asia Tenggara dengan prakarsa ASEAN mengukuhkan zona bebas nuklir termasuk salah satu ciri dimana keamanan regional penting bagi kawasan in
- Sorotan dunia pasca perang dingin sudah tidak kepada kemanan tetapi jatuh kepada masalah ekonomi-politik internasional
- Muncul isu baru dengan terpusat pada apa yang dinamana sebagai “3 in 1” yakni lingkungan hidup, hak asasi manusia dan demokratisasi
Menurut liberalis, kecenderungan negara mengakumulasi power-nya
adalah karena tidak adanya pertukaran dan distribusi informasi sehingga
membuat saling curiga antar negara. Dengan adanya kerja sama, maka
antar negara akan mendapatkan informasi satu sama lain dan tidak
menimbulkan kecurigaan. Dari pendapat Juwono di atas, saya menarik
kesimpulan bahwa sesuai dengan asumsi dasar kaum liberalis di mana damai
abadi tidak hanya bisa tercipta dengan balance of power, melainkan bisa dicapai dengan kerja sama.
Neorealisme berbeda dengan realisme
klasik yang memandang negara dengan elitnya sebagai fokus, neorealisme
lebih menitikberatkan pada struktur internasional beserta unit-unitnya
dan interaksi di dalam sistem itu, Jika kita membandingkan antara
realisme dan neorealisme, maka parameter yang digunakan juga berbeda.
Walau pada dasarnya neorealisme ‘hanya’ mengembangkan sedikit substansi
dari pemikiran realisme, pandangan neorealisme cenderung melihat segala
sesuatu dari kacamata struktur dan unit-unitnya. Jika bagi realis
manusia adalah jahat, maka bisa jadi menurut neorealis yang jahat adalah
sistem itu sendiri.
Di sini Waltz memberikan pentingnya struktur, yang tertuang dalam kalimat berikut :
“Kepentingan para penguasa, dan
kemudian negara, membuat suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan
muncul dari persaingan negara yang diatur; kalkulasi yang berdasarkan
pada kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan kebijakan-kebijakan yang
akan menjalankan dengan baik kepentingan-kepentingan negara;
keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan itu, dan keberhasilan
didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat
Negara…….hambatan-hambatan struktural menjelaskan mengapa metode-metode
tersebut digunakan berulang kali disamping perbedaan-perbedaan dalam
diri manusia dan negara-negara menggunakannya”. Waltz (1979 : 117).
Teori Neorealis Waltz : Struktur dan Hasil
Struktur Internasional
(unit dan hubungan negara)
|
Hasil-hasil internasional
(efek persaingan negara)
|
Anarki internasional | Perimbangan kekuatan |
Negara sebagai ‘unit-unit serupa’ | Pengulangan internasional |
Kapabilitas negara yang berbeda | Konflik internasional, perang |
Hubungan negara-negara berkekuatan besar | Perubahan internasional |
Neorealisme Dalam Kebijakan Antiteror Amerika Serikat
Jika dianalisis, kebijakan antiteror AS
dapat dipandang dalam teori neorealisme Waltz seperti yang diungkapkan
di atas. Sekali lagi neorealis menekankan bahwa anarki dalam hubungan
internasional bukan berasal dari human nature, yang seperti realis katakan bahwa manusia pada dasarnya jahat. Tetapi di sini, neorealis mengatakan struktur-lah yang membuat tindakan manusia itu jahat dan anarki.
Dalam neorealis anarki dan damai
disebabkan oleh struktur yang ada. Jika struktur menunjukkan damai, maka
negara berupaya untuk membuat suatu kebijakan baik berupa aliansi
militer atau pun balance of power guna sebagai respon terhadap
suatu struktur tersebut. Tetapi sebaliknya, jika struktur menunjukkan
sebuah perdamaian, maka suatu negara juga akan mengubah kebijakannya
AS tidak akan mengeluarkan kebijakan anti teror atau biasa disebut Global War on Terrorism
(GWOT), jikalau struktur internasional tidak memaksanya. Maksudnya,
serangan terhadap gedung WTC menunjukkan bahwa struktur internasional
jauh dari damai, tidak ada kekuatan di atas kedaulatan negara. Struktur
inilah yang mendorong dam memaksa AS mengaplikasikan kebijakan GWOT
sebagai respon menghadapi struktur internasional.
Sumber :
Sudarsono, Juwono. 1996. State of the Art Hubungan Internasional : Mengkaji Ulang Teori Hubungan Internasional dalam Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan. Jakarta : Pustaka Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar