Distribusi kekuasaan politik membahas
mengenai bagaimana kekuasaan itu dijalankan dan bagaimana kekuasaan
didistribusikan. Dalam sistem politik, tujuan utama dari sistem politik
adalah untuk mengendalikan, mencegah, dan membatasi pemusatan kekuasaan.
Para pengamat politik telah menciptakan beberapa model mengenai
distribusi kekuasaan, antara lain adalah model elit berkuasa yaitu
sumber-sumber daya terpusat pada sebagian kecil orang. Model pluralis
yaitu kekuasaan tersebar di beberapa kelompok sosial. Model populis
yaitu sumber daya menyebar pada seluruh rakyat atau atau perorangan
warga negara.
Model elit berkuasa
Ilmuan Italia Gaetano Mosca
menggambarkan bahwa distribusi kekuasaan dalam masyarakat itu muncul
dua kelas yaitu kelas berkuasa dan kelas yang dikuasai. Kelas yang
berkuasa selalu lebih sedikit jumlahnya, namun mereka memonopoli
kekuasaan, menjalankan semua fungsi politik, dan menikmati keuntungan
dari hasil kekuasaan. Sedangkan pada kelas yang dikuasai jumlahnya lebih
besar, mereka dikendalikan oleh kelas penguasa.
Cara- cara yang dipakai kelas penguasa
untuk mengendalikan kelas yang dikuasai kadang-kadang kasar, tidak sah
dan sewenang-wenang. Sejumlah orang yang berada dalam posisi puncak
suatu struktur hierarki, mereka bisa mendominasi dalam proses pembuatan
keputusan-keputusan. Misalnya saja pada masyarakat praindustri, pejabat
pemerintah dan pendeta sering bekerja sama dalam memerintah.
Di negara-negara industrial Eropa dan
Amerika, pejabat-pejabat pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar
bersama-sama dalam membuat keputusan penting. Namun pernyataan ini
ternyata tidak sependapat dengan para teoriwan elit berkuasa mengenai
hubungan elit penguasa dengan perusahaan-perusahaan besar.
C.W. Mills menganggap
otonomi yang lebih besar ada pada pihak-pihak pejabat pemerintah.
Pemerintah bersama dengan pengusaha bersama-sama membuat keputusan
untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Namun meskipun demikian,
orang-orang marxis tetap tegas bahwa elit penguasa itu menjalankan
kendali pemerintah bersama dengan perusahaan-perusahaan raksasa,
industri-industri besar, perdagangan dan lain-lain itu semuanya hanya
untuk kehidupan politiknya saja.
Ada suatu istilah yaitu “formula politis” yang dikemukakan oleh Mosca yaitu
ketika golongan elit tidak mapu menyesuaikan diri dengan perkembangan
teknologi. Artinya elit tersebut tidak dapat diterima lagi oleh
masyarakat. Elit yang demikian akan mengalami kehilangan legitimasi.
Karena mereka telah kehilangan
legitimasi, maka kemungkinan selanjutnya yang terjadi adalah pergantian
elit. Biasanya penguasa yang sudah tidak mampu menjalankan pemerintahan
dan sudah kehilangan legitimasi cenderung menggunakan kekerasan fisik
dan paksaan. Menurut Mills,”semua politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaaan, bentuk terkhir dari kekuasaaan adalah kekerasan.”
Model Pluralis
Dalam model ini beberapa kelompok
mempertahankan otonominya satu sama lain juga termasuk yang dari
pemerintah. Mereka berada diantara warga negara dan pemerintah pusat.
Kelompok ini biasanya termasuk organisasi-organisasi agama, perkumpulan
bisnis, serikat buruh, organisasi tani dan sebagainya. Kelompok seperti
ini biasanya cenderung menuju pada suatu integrasi sosial dan konsensus.
Akhir-akhir ini, karena adanya suatu
perbedaan-perbedaan dalam setiap kelompok ternyata bisa menyebabkan
suatu konflik sosial atau perpecahan. Masyarakat yang terbagi bukan
karena atas perbedaan-perbedaan kepentingan yang konkrit, tetapi karena
atas perbedaan-perbedaan nilai-nilai yang terbagi-bagi secara
primordial, misalnya konflik perbedaan etnis, konflik perbedaan agama,
konflik perbedaan suku dan lain sebagainya. Karena adanya
perbedaan-perbedaan itu, kerjasama antar kelompok menjadi sangat sulit
untuk diwujudkan.
Dalam suatu pluralisme sosial,
pemerintah memiliki fungsi sebagai tempat untuk menampung
tekanan-tekanan yang berasal dari masyarakat dari berbagai kelompok yang
ada. Dalam mengambil sebuah kebijakan-kebijakan, pemerintah harus bisa
mengambil kebijakan yang bisa diterima oleh kelompok-kelompok yang
plural itu.
Pemerintah harus bisa membentuk sebuah
kesepakatan-kesepakatan dengan berbagai kelompok sosial yang ada. Hal
ini sangat perlu dilakukan untuk membentuk keseimbangan kelompok, juga
untuk mengkoordinasikan dengan berbagai macam kelompok. Dalam model
pluralisme sosial ini, kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu
berasal dari kompromi-kompromi oleh para pemimpin kelompok. Artinya,
disini peranan pejabat pemerintah kurang menentukan.
Ketika dalam di kalangan masyarakat yang
memiliki budaya pluralistik mengalami suatu konflik, maka peran
pemerintah disini sangatlah diperlukan. Dalam masyarakat yang kondisinya
banyak terdapat konflik seperti ini, maka pemerintah dapat menggunakan
suatu paksaan . Dalam kondisi yang seperti ini artinya adalah bahwa
pemerintah harus bisa menggunakan paksaan agar kelompok yang bertikai
kembali kepada nilai-nilai aturan – aturan permainan yang telah dibuat
oleh pemerintah.
Model Kekuasaan Populer
Golongan populis yang ada di Amerika
tidak setuju dengan pandangan politik model elit penguasa dan model
pluralis. Para teoritisi elit menganggap politik sama saja denga sebuah
hierarki, organisasi, paksaan, dan kompleksitas. Akan tetapi kalangan
populis menganggap politik sebagai sebuah kerangka persamaan,
spontanitas, konsensus dan kesederhanaan. Kalangan pluralis sosial
menganggap politik sebagai sebuah persaingan diantara kelompok-kelompok
kepentingan. Akan tetapi golongan populis menganggap bahwa politik
adalah sebuah kerjasama diantara masyarakat kebanyakan.
Golongan populis ingin mewujudkan suatu
persamaan persaudaraan dengan orang-orang yang mempunyai status sama dan
bisa memperoleh perasaan ikut serta. Golongan populis intinya ingin
mewujudkan manusia seutuhnya, manusia humanistik yang memiliki
keprihatinan umum. Suatu kehidupan politik perlu mengekspresikan
persamaan, bukan hierarki, bukan pengorganisasian, bukan terpecah-belah.
Di sini golongan populis mempunyai dua sikap dalam pandangannya
mengenai kebebasan sipil. Di satu sisi,warga negara memiliki kebebasan
untuk menentang golongan elit bila ada korupsi atau pengabaian
kesejahteraan umum. Di sisi lainnya, warga negara boleh mengecam
tentangan golongan minoritas terhadap kehendak mayoritas. Artinya bahwa
persamaan dan mayoritas itu menjadi yang perlu untuk didahulukan.
Sumber: Charles F. Andrain: Ilmu Politik & Kehidupan Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar